Cerita Penghuni Sepada

Cerita Penghuni Sepada

Suara-suara berisik itu hanya berasal dari kelas 11 IPA 2. kelas yang sering kami sebut sepada OKE. Dan para siswanya kami menamakan diri sebagai ‘penghuni SEPADA’. Di hari minggu ini kami berkumpul untuk melakukan kegiatan latihan persiapan Gebyar seni ke 12.
Tawa, ejekan, suara merdu dari Vocal Groub, pukulan-pukulan palu menghantam kaknya paku yang tertancap di papan untuk membuat stand, suara musik dari speaker kecil, dan tidak ketinggalan debat kami sebagian penghuni sepada membahas masalah gebyar seni atau debat-debat lain yang tidak penting untuk di perdebatkan.
Ketika sebagian penghuni SEPADA sudah meninggalkan latihan. Yang tertinggal di antaranya Caca, Sari, Tari, Nano, Marta, Hayun, Yayi, Nano, dan Aku.
Separti biasa kami sedang beristirahat dari latihan. Tidak terasa kami asik mengobrol ngalor-ngidul membicarakan teman kami.
“ Aku benci banget sama yang namanya Seno itu lho!” Kata Caca siswiyang paling gokil di antara penghuni SEPADA lainya.
“Lha kenapa Ca?” Tanya Hayun
“Dia ngeliyat aku kayak liat apa aja, seolah-olah aku ini ceweknya.”
“Ya berarti normal dong Ca?” Samber Nano.
“Normal si normal tapi ya ngeri lah. Dia pegang-pegang aku gitu. Hikh jijik gua. Lo liat tadi kan No?” Cerocos Caca.
“Jangan kayak gitu Ca, nti jodoh lho. Hahaha….” Canda Sari.
“Amin!” Ucapku dan Nano hamper serempak.
“Amin kata lo? Amit-amit iya. Gue jodoh sama Seno? Mending gua jomblo seumur hidup.” Caca naik pitam.
Caca terlihat marah. Dia belum pernah marah seperti ini sebelumnya selama aku mengenal dia. Dia cemberut sambil memainkan handphonnya. Semua diam. Hayun sedari tadi diam dan mencoret-coret buku tulisnya mencoba memecah suasana hening dengan berdehem “Ehem.”
Tapi kami tetap diam. Lama sekali kami diam. Suasana jadi sangat membosankan melihat tingkah Yayi dan Nano yang takut-takut mengeluarkan suara. Biasanya kami tidak pernah kehabisan kata-kata dan ulah untuk bercanda. Tiba-tiba Yayi lari histeris keluar kelas.
“Kenapa dia?” Tanyaku.
“Gua kasih minum ini.” Jawab Nano sambil menunjukkan kaleng minuman.
“haha…. Ngawur lo No!” kata Caca. Dan kami semua tertawa kembali berkat Yayi dan Nano. Mungkin perasaan kami sama. Jadi lega melihat Caca tertawa kembali.
“ Sama aja kayak Loren.” Gumam Caca.
“ Siapa Ca, loren? Kayaknya aku tau deh siapa loren?” Samber Tari
“gue jadi inget sama Joko, kan waktu itu mama loren di beritain meninggal itu, gue kasih tau nsama Joko. Ko, Mama loren udah ninggal.” Cerita Caca.”Terus Joko bilang apa coba?”
“Apa?” sahut Tari.
“Kata Joko, alah aku sih enggak bingung. Orang udah ada penggantinya. Terus gue Tanya sama Joko. Siapa penggantinya Ko?” Cerita Caca. “Lo semua bisa tebak enggak, siapa gantinya Loren?” Tanya caca kepada kami. Dan kami menggelengkan kepala.
“Ya,itu Seno haha.” Caca menjawab pertanyaan nya sendiri. Dan semua tertawa mendengar Caca.
“Ikh ngawur, emang Seno mirip Loren?” Tanya ku.
“Enggak tau, kenapa joko bias panggil si Seno itu loren ya?” jawab Caca dengan muka sedikit tertawa geli.
“ Eh…eh… nti dia tau Lho. Kan gawat.” Sahutku.
“ Yang tau ya cuna kita di sini lah, kalo sampe dia tau berartislah satu dari kita ada yang kasih tau ke dia.” Celoteh Sari dengan nada tinggi dan dengan mata melirik sana-sini.
“Iya!” sahut Tari semangat. Semuanya diam sejenak.
“Cewek mana ya yang suka sama dia?” Tanya Caca.
“ Ya elo lah! Eh… kalian udaham belum.” Tanya Tari dengan jari dan mata tetap tertuju pada laptop di depannya. “ Kalo udah, pulang yok!”
“ya udah yok.” Sahut Marta.
Dan kami bersiap untuk pulang, mereka masih samara- samara ku dengar membicarakan hal lain yamh aku tidak mengerti.
“Nono mau ikut aku naik motor nggak?”tanyaku kepada Noni.
“Emmm…. Ikut nggak ya? Gumam Nani, yang sok mikir panjang. “Ikut dech.”


Hari Senin

Aku berniat tidak berangkat sekolah hari ini. Perasaanku tidak enak. Banyak tugas yang harus ku selesaikan, dan juga ada ulangan harian sejarah dan kimia. Tapi, aku harus memenuhi kewajibanku sebagai pelajar.
Suasana sekolah sudah ramai, lapangan sudah siap untuk upacara. Aku ingat hari ini jadwal piket ku. Aku berlari menuju kelas.
“Siapa sih muka dua itu?” tiba-tiba Caca masuk kelas dan angsung membanting tasnya di atas mejanya yang tepat di depanku menyapu.
“Idih…. Marah-marah, emang bagus apa marah-marah gitu?” Cercaku.
“Apa lho Ca?” Tanya Sari.
“Akh nggak tau lah Sar, aku bingung.” Caca menjawab sambil melirikku. Tapi, tidak ku hiraukan tatapan itu.
Upacara di mulai, ngerumpi pun di mulai. Caca sari dan tari asik membicarakan sesuatu.
“Dasar muka dua! Aku benci banget dari dulu sama dia.” Omel sari yang samara-samar ku dengar. Dan aku merasa mereka sedang mengincar satu orang. Taba-tiba aku jadi meras tidak enak. Karena mereka tepat di barisan belkangku.
“Awas ya kalo sampe terbukti gua tamper mulutnya.” Kata Caca.
“udah,udah jangan ngobrol melulu.” Sahut Tari.
Apa yamg mereka bicarakan? Mengapa hatiku tidak karuan gini?
Upacara selesai tapi, caca belum selesai mengomel tidak jelas. Di kelas mereka masih asik membicarakan muka dua yang entah siapa? Caca menanyai stu per satu dari kami yang terlibat percakapan kemarin. Kecuali hayun yang tidak masuk sekolah karena dispensasi.
“ Siapa yang ngadu ke seno?” Tanya caca.
“dan jawaban kami hampir sama “ Aku enggak Ca, sumpah.”
Tiba-tiba seno masuk dan langsung menuju tempat ku duduk.
“Aku minta maaf ya kalo aku punya salah. Aku mau lomba. Aku nggak mau ada yang ngrasani aku lagi.” Kata Seno dan menyalamiku.
“Iya sama-sama kalo aku pumya slah sma kamu.” Jawabku dengan nada tulus.. heranya Seno hanya menyalami ku, tidak denga yang lain. Lalu seno pergi meninggalkan kelas dengan gaya berjalan yang sedikit feminine.
“Dasar loren, loren.” Ejek Caca. Dan semua tertawa termasuk Aku.
“Alah, di sini ikut-ikut ketawa, nanti di aduin, dasar muka dua!” Sari melirik ke arahku. Entah apa maksudnya.
“Ikh, benci aku lho.” Caca kembali menggerutu.
“Siapa si Ca? jangan-jangan aku ya?” tanya joko yang duduk di samping Caca.
“Iya kamu merasa nggak.” Tanya caca dengan nada kesal.
“iya.” Jawab joko singkat dan polos. Caca hanyamelengos mendengar jawaban Joko. Tidak mungkin Joko yang melakukannya, dia tidak terlibat percakapan kemarin.
“Bukan soal merasa atau tidaknya lho Ca, takutnya kamu salah paham sama kita orang.” Sahut ku.
“Bukan kita orang tapi, satu orang.” Jawab Caca sinis.
Lagi-lagi jam kosong. Perasaanku tidak enak, kepalaku pusing. Aku ingin tidur. Aku menyandarkan kepalaku di kursi.
“eh… liat eh setatusnya Dea.” Kata sari.
“Apa?” Tanya Nini dan Aku hampir serempak.
“Ni liyat aja.” Jawab Sari dan menunjuk layar monitor laptop yang ada di depanya.(DASAR MUKA DUA!!) status Dea di tulis dengan huruf kapital semua.
“Siapa sih?” tanyaku dalam hati yang seolah Nini tahu dan langsung menyampaikan kepada Caca.
“Ca, sebenarnya siapa sih yang di maksud muka dua itu?”
“Yang merasa aja lah Ni!” jawab caca lemas.
Nini tidak melanjutkan kepenasarannya, dia tahu benar Caca sedang kesal.
Tida ada guru sampai pelajaran TIK. Ulangan di batalkan. Pak Haidar dan Bu kori memang is the best. Seolah tahu perasaanku walau ulangan pun aku pasti remidi, tidak bisa konsentrasi.
Di lab internet, penghuni SEPADA asik dengan komputer di depan mereka masing-masing.
“Update status Akh di FB.” Gumamku dalam hati.( Pada kenapa sih hari ini? Nggak ada yang ketawa?). eits, Sari juga update ststus juga.(ada nggak ya orang yang pernah boong?) dan aku mengomentari( kayaknya enggak deh). Tiba tiba omputer mati.
“Yaaa… mati!” gerutu kami serempak dan berisik.
“Bu gimana ni Bu? Katanya ISO. Tapi, mati-mati terus.” Bejo menyolot.
“yk ke kelas yok.” Pinta Nini dan menarik tanganku.
“ya udahyok.” Jawabku malas.
“he…heh, jangan ke kelas dulu, bentar lagi hidup ko.” Kata mbak epi penjaga lab internet.
“Yok, masuk lagi.” Ajakku kepada nInidan menarik lengannya.
“Males akh, liat Loren lomba aja yok.” Ajak Nini.
“Nggak mau lah, ko kamu jadi ikut-ikutan panggilLoren sich.” Tanyaku.
Nini hanya tersenyum simpul. Aku kembali masuk ke lab internet. Ada angket pemilihan guru bahasa inggris. Aku tetap pilih Mr.Marno. semua sibuk menulis alasan mereka memilih ‘ siapa guru yang mereka mau?’ aku beralasan cukup singkat. Di kertasku tertulis ‘aku memilih Mr.Marno karena tidak pernah ada ulangan harian.’ Komputer kembali mati,membosankan.
“Ya udah la, balik kekelas aja.” Gumamku.
“Eh, titip angket ya kasihin Pak Marno.” Pinta Deka dan memberikan angket-angket itu dengan paksa kepadaku.
“Engak-engak, aku nggak mau.” Aku menolak. Deka lari meninggalkan angket di tanganku. Aku mengejarnya.
“Dekaaaaaa…. Aku nggak mau.” Teriakku di depan pintu kelas. Dan terus mengejarnya. Aku merengek-rengek. Deka merasa kasihan kepadaku dan menerima anket-angket itu lagi.
“Yok solat yok.” Ajakku kapada endah.
“Yok.” Jawab endah.
“solat apa jam segini?” tanya Puput.
“Oh .. aku pikir udah jam 12. hehe” jawabku nyantai.
“Rajinnya anak Emak ini, jam segini mau solat. Rajinnya. Mau minta ampun sama Allah ya?” sindir caca.
“Yok ke kantin.” Lanjut caca.
“Yok.” Sahut Endah.
“Yok Put, Nini, Sari, Fika, Nia, Tari.” Ajak caca tanpa menyebut namaku. Biasanya namaku ikut di sebut. “Hei marta Cees, makan nggak?” tanya Caca kepada Marta, Wayas, Erdi dan Rahayu. Yang sering di sebut marta Ce’es. Dan mereka kompak bangkit dari duduknya.
“Ndah tunggu aku.” Panggil ku. Dan endah menungguku. Aku harus makan satu meja dengan caca? Dia jlas-jlasmenuduhku yang mengadu kepada Seno,walau tidak secara langsung.
“Eh… Deka tu bayak yang suka seenarnya. Kemarin waktu O2SN( o dua es en) aku kan duduk di samping dia. Anak-anak kelas 10 ngeledek in dia gitu.”
“Emang ngeledeknya gi mana?” tanya sari yang di gosipkan dengan Deka.
“Ka deka udah punya pacar belumsih? Aku boleh nggak daftar.” Cerita Caca. Apa dia mengr tadi aku mengejar deka karena Aku suka?
“Sariawan apa lo desa?” tanya caca kepadaku.
“Enggak.” Aku menggeleng.
“Ko dari tadi diem aja?”
“nggak ada topik pembicaraan yang menarik.” Jawabku.
“Ada sebenarnya, kalokamu mau, adu in aja semuanya.” Celoteh caca sambil mengunyh nasi. Caca benar-benar menuduhku ynag mengadu kepada Seno. Aku gelisah duduk bersama mereka. Ku coba meredam kekacauandi seluruh bagian tubuhku. Teingaku panas, karena sari dan caca terus-terusan menyindirku. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan? Mereka terus mendiamkan aku.
Sehabis solat aku ingin menamui caca untuk menjelaska apa yang sebenarnya terjadi. Caca sedang asik mengobrol dengan Tari dan sari. Dengan ragu aku mendekatiereka. Aku hampir mengurungkan niatku dn membiarkan semua berjalan seperti air mengalir. Supaya kebenaran dengan sendirinya terungjap. Tapi, Aku tidak bisa tinggal diam. Aku akan keilanganteman-temanku. “Ah…. Nanti aja lah, aku masih grogi” gumaku.
Tiba-tiba kaki ku terasa ringan melangkah ke arah caca.
“Ca gue mau ngomong sama loe.” Kataki sambil menarik tangan caca.
“eh pelan dong” teriak Caca. Caca ku bawa ke belakang kelas.
“Ca tolong jelasin ke aku, siapa yang kaumaksud muka dua itu?” tanya ku.
“Elo nggak tau apa emang nggak bisa introspeksi diri?” Bentak caca dengan mata melotot.
“Enggak. Aku bener nggak ngerti kalo kamu terus menyindir aku, dan tidak menjelaskan apapun sama aku.”
“Akmu kan yang ngadu ke seno. Lewat SMA semalem?” Tanya Caca.
“Kamu nuduh au/ aku bener-bener nggak ngerti. Aku nggak dapet es m es apapun dari seno, aku juga ggak tau masalahnya, kalo kamu nggak cerita.” Aku sedikit terisak.
“Dari kejadian itu, seno jadi deket sama kamu, dan jadi musuhin kita orang.” Kata Caca.
Aku menggelengkan kepala.
“Buktinya apa?”bentak caca.
“Oke, aku bakalbuktiin ke kamu, kalo aku nggak salah.”


Hari mulai gelap segelap masalahku yang harus segeraku erangi dengan cahaya.
“Gi mana carany?” gumamku. Aku monadar- mandir di depan meja belajarku, mengotak atik Handphon ku. Aku tidak bisa memejamkan matau dengan lelap. Aku mencoba menggores tinta di atas kertas.
Tercengang aku dengan kata mereka.
Terasa menusuk.
Tidak aku mengerti.
Terperangkap aku ke dalam jurang.
Curam, tiada jalan.
Gelap, tertutup.
Sulit terungkap.
Mengapa aku di sini?
Tak pernah ku tahu jalan ini.
Membunuhkah aku?
Menghinakah aku?
Mencurikah aku?
Menyayangkah aku?
Tak kan ku biarkan gelap.
Merajahi hidupku.
Akan ku bawa lentera terang itu.
Pasti.

Tiba-tiba handphone ku getar. Ada pesan dari Seno.
‘ tenang aja, masalahmu bisa teratasi. Bukan kamu yang salah. Maaf telah mengusikmu’
Cepat-cepat ku balas ‘makasih ya Sen, kamu udah belain aku.’
Tidak lama setelah aku membanting handphonku, bergetar kembali. Ada balasan dari seno. ‘ya jangan di pikirin ya. Aku yang bakalan buktiin sama mereka.’
Sekarang aku bisa tidur lelap.

Di mana kejelasan itu?
Siapa sebenarnya yang salah,?
Sampainya aku di kelas, semuanya terasa mengherankan bagiku. Caca tersenyum kepadaku, tari meyapaku, seno trtawa geli kepadaku. Aku bingung dengan apa yang mereka lakukan. Mungkin Seno telah menjelaskan kepda mereka.dan mungkin gelap itu sudah terang tapi, siapa sebenarnya yang berslah. Hari-harku teras lebih tenang dan aneh.
Walu,aku tak tau ap sebenarnya terjadi. Ku akui kami IPA tidak pernah lepas dari kecurigaan, sindiran, kegokilan, ejekkan, egois, fitnah, dan membicarakan teman sendiri di belakang. Dan sebenarnya itulah yang membuat kelas ini terasa asik. Walau, kebencian itu selalu ada tapi, aku yakin magenta cinta selalu menyelimuti kami panghuni SEPADA yang kini sudah berubah menjadi ‘ROSIDA’ singkatan dari Rolas IPA Dua


Inilah CERITA “ cinta, ediot, reseh, indah, tempat, asik” penghuni SEPASA “sebeas IPA dua.

SEKIAN.

0 Response to "Cerita Penghuni Sepada"

Posting Komentar