Cerpen Asli punya GUe>>>


Teguran Semalam
 By:Desna Amalia Astuti

Baru kali ini aku bertengkar dengan Ibu. Hanya karena ibuku tidak setuju Aku mengikuti penelitian di sebuah rumah sakit kusus penderita HIV/AIDS.
     “Ibu tidak setuju kamu mengikuti penelitian di rumah sakit itu.”
“Tapi bu,ini masa depanku.” kataku.
“Sekali tidak tetap tidak.” Ibuku nyolot seakan tidak memperhatikan perasaanku.
“Apa alasannya bu?” sedikit memelas.
“Kau ini anak pembangkang ibu tidak mau mengurusmu lagi, pergi jika kau mau pergi.Jangan pernah meminta bantuan ibu jika kau tertular HIV!” Jawab ibuku.
“Ibu jahat!” teriakku,langsung berlari menuju kamar.
“Silahkan cari ibu yang lebih baik dari ibu.” Bentak  ibuku dari luar kamar.
Dunia seakan memusuhiku saat ibu bilang itu padaku. Aku tidak tahu lagi siapa ibu yang lebih baik lagi dari pada Beliau.
Aku tidak menyangka Ibuku setega itu padaku. Ibu tidak pernah semarah ini padaku. Dia tidak seperti ibuku. Dia mirip ibu tiri temanku. Aku menginginkan menjadi salah satu personil penelitian itu. Mengapa ibuku tidak tahu perasaan ku? Dia tidak mendukung cita-citaku menjadi seorang dokter.
Aku tetap mengikuti penelitian itu walaupun tidak di setujui oleh Ibuku. Aku sedikit menyesal telah melawan orang tuaku. Sebelumnya aku selalu menuruti kata Ibu.
Dalam sebuah ruangan di rumah sakit, seorang wanita terbaring lemah di salah satu ranjang. Tampak penyesalan begitu mendalam dalam sorot matanya. Tubuhnya hampir membusuk, hingga lalat-lalat kecil dengan senang hati mengerubunginya. Tidak ada satupun keluarga yang menemaninya,”Atau mungkin dia tidak memeiliki keluarga?”Gumamku dalam hati.
Banyak pasien di dalam bilik kamar itu, namun wanita itu tampak begitu berbeda. Karena tubuh yang hampir membusuk itu. Aku ingin mendekatinya,namun rasa jijik merasuk dalam diriku. Aku mengurungkan niatku. Ku lihat jam dinding menunjukkan pukul 5 sore. Aku harus pulang.
Di koridor rumah sakit Aku berjalan dan terus berusaha menghapus bayangan wanita itu dari mataku tapi, bayangan itu memenuhi mataku dan sekarang sudah memenuhi kepalaku, terus menjalar ke perutku. Perutku mual! Aku ingin muntah! Aku berlari sekuatku menuju toilet.
“Huek…..Sorrrr”,hampir semua makanan di dalam perutku keluar lewat mulutku. Aku segera pulang, tubuhku lemas, ingin istirahat.
                                  ……
Ibu ku masih tetap diam padaku. Aku ingin meminta maaf tapi, ibu sedang makan. Aku takut mengacaukan selera makanya. Aku tidak kuasa menelan makanan yang di sediakan ibuku. Rasa mual itu kembali datang dalam perutku. Ku tahan rasa mual ini agar ayahku tidak marah saat Aku tidak sopan di depanya yang sedang asik melahap makanan yang enak, tetapi menjadi tidak enak saat Aku mengingat wanita itu.
“Apa kamu tetap mau ikut penelitian itu des?” Tanya Ibu dengan nada sinis. Aku belum sempat menjawab. “Pokoknya ibu nggak mau kasih ijin sama kamu. Titik!”
Aku melotot mendengar kata ibu. Sebelum makan malam selesai aku kembali ke kamar, kepalaku pusing di putar-putar oleh bayangan wanita itu.
Aku mencoba membuang omelan ibuku dan bayangan wanita itu. Aku terlelap dalam deritaku.
….
Aku melihat wanita itu di dalam sebuah kamar rumah sakit. Sendiri. Tanpa ada pasien lain dan juga keluarganya. Aku memberanikan diri mendekatinya. Tapi kembali rasa jijik itu datang kepadaku, tapi tidak sehebat kemarin. Kali ini Aku memberanikan diri untuk mendekatinya. Aku sadar, jika aku yang berada di posisinya. Tanpa teman,saudara,sahabat. Apa yang akan ku lakukan? Mungkin Aku akan menangis, atau jika bisa memilih Aku akan memilih cepat mati dari pada hidup lemah, tidak berdaya, menanggung dosa. Mengingat itu semua Aku menghilangkan semua rasa jijik.
Dia tersenyum di balik wajah menjijikkan penuh nanah-nanah, melihat aku mendekatinya. Aku kira dia senang melihat ku datang. Aku membalas senyumnya. Aku duduk di samping ranjangnya. Aku diam membungkam mulut serapat mungkin seolah-olah takut lalat masuk ke dalam mulutku dan hanya memandangi seluruh tubuhnya yang tidak layak untuk hidup lagi. Aku menyembunyikan rasa jijik yang menjalar di tubuhku.
Tubuhnya kaku, hanya mata dan bibirnya yang dipaksakan untuk bicara.
“Apa kamu tidak jijik melihat ini?” Tanya wanita itu.
“Tidak!”,aku menjawab singkat dan berbohong.
“Mengapa?”
“Aku ingin menemanimu, Aku tahu kau di sini sendiri.”
“Aku tidak sendiri.”
Aku terkejut. Ku pikir dia di jauhi oleh saudara,teman dan yang lain.
“Mengapa Aku tidak pernah melihat saudaramu?” Tanyaku.
“Kau tidak melihatnya?” Tanya wanita itu. ”Mereka sangat banyak di sini. Banyak lalat-lalat kecil yang menemaniku setiap hari, bahkan saat aku tidur mereka tidak terlelap.”
Ternyata dugaan ku benar. Dia hanya di temani lalat-lalat kecil. Aku hanya diam dan malu pada diriku sendiri. Setiap hari aku memiliki banyak teman, tapi aku sering menyakiti hati mereka, walaupun terkadang aku tidak sengaja.
“Kau tahu?” Tanya wanita itu.
“Apa?” Aku kembali bertanya.
“Aku menyesal dulu pernah membunuh lalat kecil yang hinggap di makananku, padahal aku masih punya banyak uang untuk membeli makanan. Sekarang saat semua meninggalkan aku. Lalatlah yang menemaniku.” Lanjutnya.
“Yah, terkadang sesuatu yang kita anggap musuh dan sangat kita benci suatu saat menjadi teman yang baik. Dan sebaliknya, teman yang baik suatu saat akan menjadi musuh yang sangat jahat.” Kataku sok bijak. ”Apa kau dulu orang kaya?” Tanyaku.
“Ya,kaya. Sampai aku bebas menuruti hawa nafsu dunia. Dunia yang sekarang tidak memihak padaku.” Jawabnya memaksa bibirnya untuk memberi kenyamanan untukku agar aku lebih lama menemaninya dan bicara padanya.
Rambutnya masih indah, hitam, dan lebat menempel pada batok kepalanya. Mungkin jika dia sehat akan terlihat sangat cantik, postur tubuhnya juga tinggia, dan ku lihat di papan identitas dia berumur 37 tahun.
Aku ingin lebih tahu apa yang menjadi penyebab sampai dia menjadi seperti ini.
“Apa yang kau lakukan sebelum kau berada di tempat ini?” Tanyaku.
“Banyak yang ku lakukan. Tapi ini bukan sepenuhnya salahku.” Jawabnya sambil tersendat-sendat.
“Maksudmu?” Tanyaku lagi.
“Kau mau aku bercerita tentang hidupku? Jika kau mau aku akan menceritakanya pada mu, agar kau tidak mengikuti jejakku.”
Aku hanya menganggukkan kepala dan ingin meyakinkan hatiku bahwa aku mau mendengarnya.
“Dulu aku adalah seorang anak perempuan tunggal dari keluarga yang cukup mampu. Setelah ayahku meninggal Ibuku menikah dengan seorang lelaki brengsek yang membunuh ayahku sebelum Ibuku tau Dialah yang membunuh ayahku.” Dia melihat mataku dan seolah bertanya apakah aku mengerti? Dan aku mengangguk.
“Lalu?” Tanyaku.
“Lalu….” Dia melayangkan pandangan ke atap plafon dan melanjutkan. ”Awalnya akupun tidak tahu bahwa dia yang membunuh ayah kandungku. Sikapnya baik dan sayang kepada ibu dan aku. Tapi,suatu malam saat ibu sedang pergi ke kantor untuk meeting,ayah tiriku berhasil merebut kesucianku. Aku berusaha menyembunyikannya dari ibu tapi, aku tidak tahan terus menyembunyikan semua ini dari ibuku. Akhirnya aku memutuskan untuk kabur dari rumah setelah aku menuliskan surat untuk ibuku. Aku menceritakan semua yag terjadi, termasuk aku memberi tahu ibuku bahwa yang membunuh ayah kandungku adalah ayah tiriku.” Aku terus mendengarkan dan membayangkan apa yang di ceritakanya. Mengganti ayahnya dengan ayahku, ibunya dengan ibuku, dan orang lain entah siapa menjadi ayah tirinya. Wanita itu berhenti sejenak untuk menarik napas panjang-panjang.
“Tapi….” Kata wanita itu, tiba-tiba menangis.
“Tapi apa? Maafkan aku, karena telah membuatmu menangis, dan mengingat masalalumu.” Aku  meminta maaf merasa bersalah.
“Tidak, aku hanya menyesal telah membuat ibuku pergi untuk selamanya menyusul ayahku. Ibuku bertengkar dengan ayah tiriku dan dia meninggal tertusuk pisau oleh ayah tiriku.” Lanjutnya
Aku masih sangat beruntung. Ayah dan ibuku sangat menyayangiku tapi, aku tidak pernah membalas kebaikan mereka. Aku belum sempat membalas kebaikan mereka. Tidak terasa aku meneteskan air mataku.
“Apa yang kamu lakukan di rumah sakit ini?” Tanya wanita itu.
“Aku dan teman-temanku mengadakan penelitian di rumah sakit ini.” Jawabku. “Di mana ayah tirimu sekarang?” Tanyaku lagi.
“Ayah tiriku di penjara setelah satu tahun menjadi buronan.” Wanita itu menyedot ingusnya dan kembali menarik napasnya. Aku ingin mengusap air matanya, tapi Aku tidak berani. Aku takut tertular.
“Apa hubunganya dengan semua ini? Tanyaku penasaran.
“Aku di lamar oleh seorang laki-laki yang sangat ku cintai.” Dia melanjutkan tanpa menjawab pertanyaanku. ”Hanya dia satu-satunya laki-laki yang ku cintai.” Wanita itu tersenyum bahagia, mungkin mengingat wajah yang di cintainya.
“Tapi,saat itu”lanjutnya.”Aku berumur 19 tahun, dan mengandung anak dari ayah tiriku. Suamiku murka saat mengetahui janin yang aku kandung bukanlah anaknya. Aku di paksa untuk menggugurkan kandunganku tapi, Aku menolak. Lalu saat kelahiranya, Aku bersembunyi di rumah tetanggaku yang jauh dari rumahku. Dan menyerahkan bayiku kepada tetanggaku. Sekarang mungkin dia seumuranmu. ”Wanita itu terus bercerita walau dengan suara yang lirih dan tersendat-sendat. Aku tidak tahu, mengapa dia sangat ingin aku mendengarkan cerita hidupnya, dan memaksa lidahnya untuk terus berbicara. Aku hanya diam menikmati ceritanya dan mengilustrasikan dalam otakku.
“Setiap hari aku di siksa dan di aniyaya oleh suamiku yang sangat ku cintai, dan suamiku selingkuh.” Kata wanita itu.
Aku terjaga dari tidurku. Sebentar. Lalu melanjutkan tidurku.
Aku kembali masuk dan mendekati wanita itu. Aku ingin mendengar semua ceritanya. Aku kembali duduk di dekatnya. Rupanya dia menungguku kembali.
“Apa lanjutan ceritamu?” Tanyaku.
“Aku tidak tahan dengan siksaan suamiku akhirnya,aku memutuskan untuk pergi meninggalkan suamiku dan mencari anakku.” Lanjutnya.
“Kau menemukan anakmu?Dimana dia sekarang?” Tanyaku.
“Tidak,bahkan aku melupakannya.Aku lelah hidup tersiksa oleh laki-laki. Aku membenci semua laki-laki,ku lampiaskan semua kepada wanita. Karena aku merasa di dunia ini hanya aku wanita yang tersiksa, aku ingin membuat semua wanita merasakan apa yang aku rasakan. Aku menjadi seorang lesbian yang bergonta-ganti pasangan. Aku lelah hidup dengan pria. Pria yang membuat hidupku sengsara. Ayah kandungku tega meninggalkan aku dan ibu, ayah tiriku, dan suamiku. Sekarang aku lemah tak berdaya, aku menderita penyakit mematikan karena perbuatanku sendiri.” Dia terus melanjutkan ceritanya.
“Apa sekarang kau tau di mana anakmu dan apakah kau merindukanya?” Tanyaku.
“Aku sangat merindukanya. Aku ingin memeluknya tapi, jika dia mau aku peluk.” Jawabnya. ”Terakhir aku dengar dia di kota ini. Aku ingat dia memiliki tanda lahir di pundak sebelah kanan. Seperti tahi lalat yang besar.”
Tanda lahir di pundak kanan?
Seperti tahi lalat besar?
Pertanyaan yang mencengangkan. Mengagetkan. Aku tidak percaya. Tapi, ini hanya mimpi.
Dan Aku terbangun dari tidurku.
Aku terkejut, petir menggelegar di telingaku dan aku langsung berlari ke kamar mandi. Tidak perduli aku telah menabrak vas bunga di meja belajarku. Di depan kaca kamar mandi aku terus memikirkan apa yang di katakan wanita itu dan terus memperhatikan tanda yang bersarang di pundak kananku .”Aku tidak mau mengakuinya!” Kataku menjerit.
“Apa benar selama ini Aku di besarkan bukan oleh ayah dan ibu kandungku? Wanita itu ibu kandungku? Tapi,Aku tidak mau mengakuinya. Aku bukan anak seorang lesbi dan penderita Ha I Ve .”jeritku membangunkan semua yang terlelap di tengah malam.
“Desi… buka pintu!” Kata ibuku di luar kamarku.
Aku terkejut. Aku berlari menuju ibuku dan memeluknya.Aku tidak ingin kehilangan ibuku.Ku rasaka hangatnya pelukan seorang ibu. Kehangatan yang di berikan benar-benar meyakinkan aku bahwa ini adalah ibuku. Aku berjanji tidak kan menyakiti ibuku.
“Apa yang kau katakana barusan?” Tanya ibuku.
Aku menceritakan semua yang ku impikan kepada ibuku.
“Ibu minta maaf. Ibu kasar denganmu kemarin. Tapi, sungguh aku adalah ibu kandungmu.” Kata ibuku. Aku yakin, Ibu yang ku peluk ini adalah ibu ku. Setengah sadar aku mengakui kesalahanku. Aku mengaku telah sembunyi-sembunyi mengikuti penelitian itu.
Pagi hari
Aku sudah bersiap-siap untuk pergi ke rumah sakit itu lagi. memulai penelitianku dan sembari melihat wanita itu.
Saat Aku memasuki kamar itu. Wanita itu tidak ada di tempat tidurnya. Aku melayangkan pandanganku di sekitar kamar. Aku tidak menemukanya.
“Siapa yang kau cari?” Tanya salah seorang perawat.
  “Wanita itu?” Jawabku sambil menunjuk ke arah ranjang yang dulu di tempati wanita itu.
“Dia sudah tiada.” Jawabnya.
Begitu cepatnya dia pergi.....


created by : DESNA Amalia ASTUTI

0 Response to "Cerpen Asli punya GUe>>>"

Posting Komentar